Beberapa tahun lalu, ketika memilih jurusan kuliah, mungkin kita cenderung diarahkan untuk menjadi ekonom, pengacara, atau profesi lain yang lazim dianggap “menjanjikan”. Dan saat pilihan jatuh ke jurusan yang tidak lumrah, biasanya yang berhubungan dengan dunia kreatif, seringkali nada kurang enak muncul mengganggu dan menghantui pilihan itu.
Misalnya, “Ngapain sih kuliah jurusan itu? Mau jadi apa nanti?” Atau komentar-komentar negatif lainnya yang bikin enggak pede untuk menjalaninya. Padahal, seiring perkembangan zaman, ternyata banyak pekerjaan yang dulu dipandang sebelah mata, justru jadi profesi paling dicari oleh berbagai industri. Salah satunya, ilustrator.
Kalau kita perhatikan, saat ini karya ilustrasi sudah jadi satu media yang dapat dengan mudah menarik minat masyarakat. Karena hal itu pula, kini banyak anak muda yang memilih jalur menjadi seorang ilustrator dan berhasil merobohkan stigma kalau pekerjaan ini tidak memiliki masa depan.

Pada kesempatan ini Crafters mengobrol dengan Kemas Acil, seorang ilustrator yang bukan hanya dikenal di Indonesia, tapi juga sudah membawa nama baiknya ke negeri Sakura. Dalam sesi obrolan kami berbincang tentang perkembangan dunia ilustrasi, sampai cita-citanya membuka mata masyarakat, bahwa seseorang bisa hidup dari gambar yang dibuatnya.
Apa yang membuat kamu pertama kali kepikiran untuk menjadi seorang ilustrator?
Awalnya, karena sering banget datang ke beberapa exhibition, dan ada ilustrator-ilustrator yang mengikuti pameran itu, jadi merasa, “Gue bisa nih kayak gini!” Tapi di balik itu, gue dulu juga desainer, dan melihat kalau dunia ilustrasi itu belum cukup banyak tersentuh banyak orang.
Maksudnya, masih banyak yang berpikir kalau ilustrasi gitu-gitu aja. Padahal, ilustrasi bisa jadi something. Keyakinan itu jadi klik-nya; gue merasa, “Bisa dicoba nih jalan ke arah sini.”
Seperti apa proses kreatif saat membuat karya?
Tergantung. Kalau memang ada kliennya, pastikan kita ngobrol dulu dengan mereka; maunya apa, targetnya apa, lalu apakah mereka punya KPI atau enggak. Itu mesti jelas dulu. Ranah yang mereka mau ambil ke mana.
Setelah gue tahu itu, baru mulai coba eksplorasi ide. Nah, tapi bisa dicari tahu juga, dari mereka (klien) punya gambaran ide atau patokan yang diharapkan atau enggak. Intinya, identifikasi kebutuhan klien dulu.
Mau bisa mulai ke arah perumusan konsep atau bikin semacam mockup. Kalau gue, biasanya bikin sketsa dulu sebelum desain full. Saat klien sudah oke dengan sketsa, baru gue coba memberikan kira-kira nanti tone-nya akan seperti apa. Lalu warna, dan kira-kira nanti finishing-nya bagaimana. Semua itu gue kasih lihat dalam bentuk belum jadi.
Kalau klien sudah oke, baru masuk ke tahap finalisasi. Yang penting, sudah sama-sama sreg.
Jadi karyanya memang hasil kolaborasi dengan klien?
Gue lebih suka begitu, karena gue enggak mau puas sendiri. Klien juga harus puas dengan hasil yang diberikan. Karena ada beberapa yang kita sudah bikin, ternyata enggak sesuai dengan ekspektasi klien. Kalau sama-sama puas, kan jadi lebih enak.
Pernah enggak sih ada brief dari klien yang bertentangan dengan idealisme?
Kalau kita memegang idealisme, itu sama saja membuat sesuatu atas keinginan pribadi, bukan keinginan orang lain. Sementara kalau ada brief klien kan jelas atas keinginan orang lain, jadi beda cerita.

Kadang orang skeptis dan berpendapat, “Ngapain jadi seniman? Ngapain jadi ilustrator? Emang bisa ini itu?“ Sebenarnya di dunia ilustrasi ada sesuatu yang bisa digali. Itu yang pengen gue buka matanya.
Bagaimana dengan ego di tengah penggarapan?
Alihkan ego pada karya yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan dari klien, jadi kayak self project aja. Biasanya gue begitu. Jatuhnya di situ, part gue sebagai seniman.
Kalau sebagai ilustrator, gue membedah masalah-masalah yang diberikan klien menjadi karya yang sesuai kebutuhan dan bisa mereka terima, hingga mereka berpikir, “Oh udah enak nih!”
Jadi gue sih membedakan posisi sebagai seniman dan ilustrator. Kalau seniman memberikan masalah, agar khalayak ramai menebak permasalahan apa yang ada di dalamnya. Kalau ilustrator itu membedah masalah yang ada, supaya orang lain bisa menelaahnya dengan mudah.
Apa yang membedakan karya ilustrasi kamu dengan ilustrator lain?
Kalau perbedaannya, gue sih enggak terlalu mikirin. Mungkin publik yang lebih bisa menilai keunikan masing-masing ilustrator apa.
Tapi kalau kamu sendiri fokusnya lebih ke arah mana?
Gue enggak mau bilang ke arah manga banget, karena gambar gue juga enggak terlalu ke arah sana. Mungkin, lebih ke arah kartunis, tapi influence Jepang-nya lebih kental.
Apa tantangan jadi ilustrator di zaman sekarang?
Tantangannya adalah gimana cara kita, generasi yang bisa dibilang udah lumayan tua ini enggak ketinggalan dengan tren-tren ilustrasi zaman sekarang. Kadang dari sisi gue sendiri, yang penting adalah selalu mencari tahu tren yang sekarang.
Karena dulu, saat kuliah pun belajar sendiri, setelah diajarin basic-nya aja. Tapi kalau anak-anak sekarang eksplornya lebih gampang, karena ada internet. Dulu gue susah, mesti beli buku dulu. Nah, sekarang gue coba untuk menyamakan itu, eksplor dan mencoba media-media baru biar enggak tertinggal dengan para ilustrator muda.

Siapa ilustrator yang dianggap paling mempengaruhi karya kamu?
Almarhum Pak Raden lumayan berperan besar. Sebenarnya gue belajar gambar pun awal mulanya karena Pak Raden, sehingga bikin gue berpikir, “Ilustrasi dan gambar itu menyenangkan.”
Kedua, Studio Ghibli, Doraemon, Kamen Rider, dan lain-lain itu berpengaruh besar juga. Mungkin karena waktu kecil gue disuguhkan film-film Jepang. Jadi secara enggak langsung meng-influence juga.
Apa rencana ke depan?
Gue mikirnya adalah melihat sisi ilustrasi dan seni itu efeknya besar banget, dan memiliki kans untuk jadi pekerjaan yang menarik.
Kadang orang skeptis dan berpendapat, “Ngapain jadi seniman? Ngapain jadi ilustrator? Emang bisa ini itu?” Sebenarnya di dunia ilustrasi ada sesuatu yang bisa digali. Itu yang pengen gue buka matanya. Walaupun sekarang sudah mulai banyak yang terbuka, tapi masih lebih banyak yang beranggapan, “Ah gambar doang!”
Menurut gue, ilustrasi itu bisa lari ke mana aja. Bisa fashion, film apa lagi, bahkan ke bangunan pun bisa. Jadi pada tahun-tahun ke depan, gue berencana membantu ilustrator-ilustrator muda untuk bukan hanya bisa survive, tapi lebih ke arah, “Ilustrasi ini menarik untuk dieksplor.” Enggak cuma sebatas desain atau tipografi, tapi bisa dikombinasikan dengan banyak hal lain juga.
Sumber: crafters.getcraft.com