Seniman di era digital saat ini sudah harus mulai melek dengan perkembangan teknologi dan marketing yang ada. Tidak muluk untuk sepenuhnya beralih media dari manual ke digital, beberapa seniman mampu mengembangkan karya manualnya dan merangkai pemasaran yang pas agar karyanya bisa terus dinikmati dengan maksimal oleh penggemarnya. Salah satu yang menonjol dengan segala aspek yang telah disebutkan sebelumnya adalah Choo Choo Train Drawing.
Citra Marina atau @marinaesque di Instagram adalah seniman di balik sosok karakter unik Choo Choo. Karakter ini berwujud setengah anjing, setengah rubah dengan sifat unik, sedikit quirky namun wise. Ilustrasi Choo Choo cukup simple, namun dirangkai dengan konten yang relevan dan mengena bagi pembacanya. Choo Choo tiba-tiba bertransformasi dari rutinitas menggambar Citra di kereta, hingga penawaran untuk menerbitkan buku trilogi oleh Gramedia Pustaka Utama.
Sebagai ilustrator yang selalu fokus dengan karyanya, Citra mengaku sangat menghargai proses dari tiap karya yang ia buat. Selain aktif berkarya dalam akun Choo Choo, ia juga banyak berkarya melalui lukisan, mural, dan doodle. Perkembangannya yang signifikan juga terlihat karena disiplin dirinya untuk terus konsisten dan fokus. The Crafters kali ini mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai Citra untuk ngobrol soal karya-karyanya, Choo Choo, dan sedikit tips serta inspirasi tentang marketing yang juga ia maksimalkan saat berkarya.

Sejak kapan kamu mulai tertarik untuk berkarya ilustrasi?
Menggambar sudah menjadi hobi saya sejak masih anak-anak, tapi baru di tahun 2011 saya mulai mengenal dunia ‘ilustrasi’ dari melihat begitu banyak karya ilustrator yang menarik dan inspirational di Tumblr. Sejak itu saya mulai membuat karya ilustrasi tapi tujuannya semata untuk mengisi blog. Di tahun 2015 saya berkomitmen untuk menekuni ilustrasi dengan cara sebisa mungkin menggambar setiap hari dan belajar menguasai minimal 1 medium atau teknik baru setiap tahun.
Inspirasi terbesarmu dalam berkarya?
I’m an avid book collector and huge zoology enthusiast. Buku dan binatang adalah dua hal yang saya sangat sukai dan sering muncul dalam karya ilustrasi saya. Sementara khusus untuk Choo Choo Train Drawing, inspirasinya datang dari kehidupan sehari-hari. Apa pun yang saya dengar, lihat, atau baca yang membuat saya berpikir: “What would be the different ways to perceive this matter?”.
Menurut saya, seni adalah cara untuk membagikan cara kita melihat dunia kepada orang lain. Karya seni bisa menantang dan melatih kita untuk menyadari bahwa setiap orang bisa memiliki cara pandang berbeda yang tidak selalu perlu kita nilai benar atau salah. Semakin banyak cara pandang yang kita pahami, semoga semakin kaya pemikiran kita dan semakin tinggi empati kita pada sekitar.
Apakah inspirasimu dalam membuat karakter ChooChoo?
Dari observasi saya bahwa content di internet semakin hari menjadi semakin ekstrem: relentless negativity dan relentless positivity. Generasi kita menjadi semakin terbiasa untuk begitu cepat men-judge dan melontarkan komentar negatif – as if the sign of moral or intellectual superiority is the ability to find fault in anything. Di sisi lain, media sosial juga membuat kita merasa bahwa apa yang layak dibagikan dan layak disyukuri hanya segala sesuatu yang sempurna. Realitanya, kehidupan ada di tengah-tengah – life happens in-between. Choo Choo adalah usaha saya untuk keluar dari dua kecenderungan ekstrem tadi, dan melihat realita dengan lebih berimbang. Choo Choo is always somewhere in between: digambar saat saya berada di antara dua stasiun kereta, wujudnya di antara anjing dan rubah, dan sifatnya antara witty dan wise.
Apakah saat membuat karakter ChooChoo dan akun Instagram-nya kamu sudah memikirkan cara untuk mengembangkan karakter itu lebih jauh?
Choo Choo ‘lahir’ saat saya mulai menjadi commuter karena adanya relokasi kantor dari Jakarta ke BSD City. Karena harus menghabiskan waktu hingga 4 jam di jalan setiap hari, saya ingin mengisi waktu dengan lebih produktif dan mulai membawa sketchbook setiap hari untuk mencatat isi pikiran saya dalam bentuk gambar sederhana. Awalnya hasil gambar Choo Choo Train Drawing saya post di akun Instagram pribadi bersama dengan karya ilustrasi saya lainnya. Tak disangka, respon yang diterima sangat baik – orang merasa bahwa gambar-gambar tersebut sangat ‘relatable’. Kira-kira tiga bulan setelah terciptanya karakter ini, datang tawaran dari Gramedia Pustaka Utama untuk menerbitkan buku Choo Choo. Sejak itu saya mulai membuat akun terpisah untuk Choo Choo. Sambil menyusun naskah buku, saya juga mulai berani ‘bermimpi’ untuk mengembangkan ide-ide lain agar Choo Choo bisa dikenal dan menyentuh lebih banyak orang lagi.

Visimu dalam mengembangkan content marketing ChooChoo yang menarik?
Visi saya adalah karakter ini bisa membagikan sesuatu yang baik dan berguna untuk banyak orang–a smile, realization, or motivation. I will consider to tap into any trend or opportunity that will take me closer to that vision, and rule out those which will not.
Sebagai seniman, dari mana kamu mempelajari content marketing yang baik untuk karya-karyamu?
Sehari-hari saya bekerja sebagai Global Brand Manager di Unilever, home of some of the biggest, world-leading brands. Saya belajar banyak tentang marketing dari pekerjaan saya, salah satunya tentang prinsip brand messaging: Authentic, Relevant, Talkable. Semua konten Choo Choo saya filter dengan pertanyaan-pertanyaan ini: apakah konten ini jujur? Apakah konten ini dapat dipahami dan relevan untuk kebanyakan orang? Dan apakah ada nilai tambah yang orang bisa dapatkan – is this content shareable?
Apa yang bisa membuat kamu tetap konsisten dalam berkarya di tengah rutinitasmu?
Banyak orang mengirimkan pesan untuk menyampaikan bahwa gambar- gambar di akun Choo Choo membuat mereka tersenyum dan merasa sedikitnya lebih bahagia, karena isi/ pesan gambarnya adalah sesuatu yang relevan untuk mereka. Menurut saya, setiap orang memiliki talenta yang bisa berguna bukan hanya untuk diri kita sendiri tapi juga bagi orang lain. Saya berharap gambar saya dapat membuat orang-orang bisa lebih mengenal diri sendiri dan banyak orang di luar sana yang juga memiliki pemikiran atau pengalaman yang sama.
Seniman favoritmu dalam dan luar negeri?
Illustrator yang banyak menginspirasi saya untuk Choo Choo Train Drawing adalah Jean Jullien dan Yoshitomo Nara. Dari karya Jean Jullien, saya belajar cara menyampaikan pesan yang mengena dengan gambar yang sesederhana mungkin. Karya Yoshitomo Nara sering menggabungkan gambar/style yang terlihat naif kekanak-kanakan dengan pesan yang tajam. Obviously this is an obvious influence to Choo Choo drawings. Dari Indonesia, seniman favorit saya adalah para ilustrator yang saya kenal juga secara pribadi: Galih Sakti, Lala Bohang, Rukmunal Hakim, Ruth Marbun, Neng Iren, dan Marcella Liunic. Selain karya ilustrasi mereka yang inspiratif, saya juga mengagumi semangat mereka untuk membagikan apa yang mereka punya kepada orang lain dengan cara masing-masing.
Apakah goals kamu sebagai seniman dalam waktu dekat ini?
Ada banyak! Saya ingin mengadakan workshop ilustrasi di luar Jakarta, menyelesaikan naskah trilogi buku Choo Choo, membuat rancangan lengkap untuk range merchandise, dan mencari ide untuk project Animal Welfare. Animal Welfare is something I’m also very passionate about – selama beberapa tahun ini saya pernah membuat karya untuk mendukung animal welfare, misalnya dengan kolaborasi dengan Impromptu clothing line untuk donasi kepada shelter anjing dan kucing rescue dan kolaborasi beberapa animal conservation NGO dan Disney Company untuk pelestarian spesies badak Sumatera. Saya ingin lebih konsisten dalam mengerjakan project semacam ini.
Apa saja faktor yang membantu kamu untuk terus berkarya dalam media sosial?
Baru-baru ini saya traveling ke Bangkok dan terkagum-kagum dengan local illustration scene dan kualitas art merchandise disana. Saya terinspirasi untuk membuat karya yang lebih baik lagi. The goal is to give more positive impact for more people – tidak hanya melalui media sosial, tapi juga dari workshop, buku, dan karya nyata lainnya.
Sumber: crafters.getcraft.com