Hendra Gunawan adalah Seniman Indonesia yang terkenal karena penggunaan unsur rupa tradisional melalui aplikasi teknik yang modern. Ciri khasnya sangat kaya akan pengaruh-pengaruh kebudayaan tradisional Indonesia, termasuk pengaruh asimilasi dari India dan Tiongkok. Bagaimana ia mendapatkan gaya yang terhitung sangat orisinal di indonesia bahkan dunia ini? Simak perjalanan hidupnya dan analisis gaya, teknik serta beberapa karyanya disini.
Biografi
Hendra Gunawan lahir di Bandung, Hindia Belanda, 11 Juni 1918 adalah seorang Seniman ternama Indonesia yang yang lahir dari pasangan bernama Raden Prawiranegara dan ibunya bernama Raden Odah Tejaningsih. Dari semasa kecil ia telah tekun belajar sendiri mengambar berbagai objek yang ada di sekitarnya seperti wayang golek, wayang kulit, buah-buahan, bunga, hingga ke bintang film favoritnya. Ia mulai serius belajar melukis setelah menyelesaikan studinya di SMP Pasundan.
Tidak tanggung-tanggung, Hendra Gunawan belajar langsung pada pelukis pemandangan Indonesia ternama, yaitu Wahdi Sumanta dan Abdullah Suriosubroto (ayah dari pelukis Indonesia ternama lainnya: Basuki Abdullah). Dari Wahdi, Hendra Gunawan banyak menggali pengetahuan tentang melukis, terutama melukis pemandangan. Di waktu senggang ia juga ikut berpartisipasi di kelompok sandiwara Sunda sebagai pelukis dekor. Pengalaman yang turut mengasah kemampuannya juga.
Analisis Teknik dan Gaya Khas Hendra Gunawan
Hendra tampaknya banyak dipengaruhi oleh teknik dan ragam hias batik. Dalam membatik ada satu tahapan yang disebut ngiseni (isen = isi; ngiseni = mengisi), maksudnya mengisi bidang kosong, baik bidang yang terbentuk oleh ragam hias pokok, maupun bidang kosong antar ragam motifnya. Teknik ngiseni banyak dijumpai di karya-karya Hendra setelah masa revolusi dan peperangan.
Teknik ngiseni tidak hanya dapat dilihat di gambar pakaian atau kain (batik) yang terdapat pada subjek di luksannya. Teknik serupa digunakan untuk penggambaran pepohonan, ikan, hingga ke tubuh figur yang terdapat di lukisannya. Hendra memiliki kecenderungan untuk mengisi kekosongan pada anatomi dari figur yang ia gambarkan dengan pola meliuk-liuk dan titik seperti pada motif batik. Pola tersebut dikombinasikan dengan warna terang, sehingga menghasilkan karakter gambar yang ekspresif.

Kemungkinan warna cerah yang digunakan oleh Hendra terinspirasi dari lukisan tradisional Cina di kelenteng. Pose, liukan gerak dan indikasi suasana juga tampaknya memiliki unsur kemiripan inspirasi serupa. Namun berbagai figur yang muncul juga tampak seperti mendapatkan pengaruh dari kebudayaan wayang golek dan kulit, serta relief di candi-candi yang ditemukan di Indonesia.
Komposisi dan perspektif yang digunakan Hendra Gunawan juga memiliki kontradiksi yang tak kalah rumit. Ia menggunakan komposisi dan perspektif tradisional Cina atau relief Candi. Semakin jauh sesuatu (bukit/gunung) maka semakin atas posisinya penempatannya pada kanvas. Namun terkadang ia menggunakan teknik menggambar perspektif barat yang membuat objek semakin kecil dan pudar dari kejauhan. Sebagian lukisannya juga menunjukan penggabungan gaya naturalis di latar belakang, namun ekspresif di bagian depan lukisan.
Hendra Gunawan tampaknya terus mencari identitas dari seni rupa Indonesia sepanjang hidupnya. Ia terus berusaha untuk membuat gaya yang seorisinal mungkin dari sekitar dirinya sendiri tanpa membedakan tradisi suku budaya manapun. Hendra Gunawan adalah seorang seniman Indonesia yang berusaha mencari identitas Indonesia melalui unsur rupa tradisional, untuk kemudian malah menemukan ciri khas dirinya sendiri.
Karya Hendra Gunawan dan Analisis
Laskar (Pasukan Gerilya) & Analisis

Lukisan ini dibuat pada masa revolusi, dimana Hendra sedang bergabung di kelompok Pelukis Front. Hendra menampilkan para pejuang gerilya lengkap dengan atributnya di masa itu. Mereka tampak memegang senjata, membawa granat dan mengenakan pakaian seadanya untuk memaksimalkan mobilitas dalam strategi gerilya. Adegan yang diusung tampaknya ketika mereka berdiskusi untuk menentikan strategi perang.
Hendra masih menggunakan palet warna tanah pada karyanya yang satu ini. Penggambaran anatomi yang meliuk-liuk dan tampak gemulai tidak terlalu kental disini. Mungkin karena disesuaikan untuk menggambarkan pasukan yang sedang siap berperang, atau ia belum banyak menggunakan ciri khasnya disini. Meskipun figur yang dihadirkan cukup banyak, namun ia tetap membuat fokus yang baik melalui dua prajurit yang tengah berdiskusi.
Aku dan Istriku & Analisisnya

Potret figur yang tampak seperti senimannya sendiri: Hendra sedang memeluk seorang perempuan yang diketahui dari judul lukisannya, adalah istrinya sendiri. Di belakang kedua figur yang sedang berpelukan itu tampak jeruji besi yang rupanya mengindikasikan jeruji penjara tempat ia mendekam selama 13 tahun. Warna-warna cerah yang menjadi signature Hendra mulai muncul disini. Ia sempat membuat pernyataan bahwa inspirasi penggunaan warna-warna cerah itu didapatkan ketika ia sedang memikirkan istrinya. Kerinduan terhadap istrinya disalurkan pada lukisan yang ekspresif dan meskipun dalam keadaan yang menyedihkan ia tidak mau “menodai” karya ini dengan warna-warna yang gelap.
Ikan Mas II & Analisisnya

Bahkan ketika mematung, figur khas Hendra tetap tampak. Postur tubuh yang tampak lebih memanjang dan meliuk membuat patung lebih dinamis dan terasa lembut. Sekali lagi ia menampilkan estetika yang menembus batas antara Timur dan Barat. Hendra memadukan dikotomi keindahan tradisional dan modern menjadi satu paduan yang unik dan memberikan pengalaman estetis yang berbeda. Kontras antara tiga figur yang berbeda disini semakin menambah tensi dinamika yang terjadi pada karya.
Nelayan II & Analisisnya

Kehidupan para nelayan yang semakin jarang di era modernisasi Indonesia adalah salah satu adegan yang sering menginspirasi Hendra untuk berkarya. Ikan juga telah menjadi ikon yang sering digunakannya dalam berkarya. Adegan para Nelayan yang tengah mengumpulkan hasil tangkapannya terasa hangat dan nyata, melalui pembangunan suasana dari gestur dan mimik wajah antar figurnya.
Mereka tidak hanya berekspresi melalui wajah atau bahasa tubuh saja, namun melalui warna dan sapuan kuas yang dinamis dari pelukisnya. Kejenakaan Hendra dalam berkarya juga tampak disini, melalui sosok seorang anak kecil yang sedang menggoda seekor anjing dengan tulang ikan yang di ikat pada seutas tali. Posisi anak kecil itu sebetulnya tidak masuk akal, namun kita secara tidak sadar tetap menerima maksud yang dikomunikasikan oleh Hendra, yaitu anak itu sedang di gendong.
Sumber: serupa.id